INFO IN IKLIMAH'S BLOG

Selasa, 07 Mei 2013

Kereta Impian


Nasibku tak seperti nasib kawan-kawanku yang lain. Sabtu  malam yang selalu identik dengan kata " MALAM MINGGUAN" dan berjumpa dengan pasangan hati itu tak berlaku untukku. Wanita sepertiku malah sibuk dengan dunia yang berbeda, jauh dari kisah romantika yang indah dan penuh mesra. Aku selalu tak pernah diberi kesempatan untuk mengecap manisnya kisah cinta yang di luar sana gadis seusiaku mereka rasakan. Sepi masih milikku, tak bisa bertemankan pangeran yang tampan seperti di negeri dongeng. Apa mungkin pangeran itu ada seperti di kisah Sinderela, apa iya nasib cintaku bisa semanis kisah bawang putih dan hidup bahagia. Kadang aku pikir itu hanya sebuah kisah kamuplase yang menjadikan dunia punya dua sudut antara bahagia dan duka. Di sudut ibu kota aku bertanya pada hempasan angin yang tiap kali menemani hari-hari sunyiku. "Masihkah aku harus berdiri untuk sebuah hati yang tak memperdulikan hati ini? atau aku harus berlari jauh membawa hati yang sebentar lagi remuk karena pernah menatap wajahnya hingga dia semu di pelupuk mataku?"

****

Roda kehidupan menuntutku berputar pada poros yang berbeda, dan menggerakkan aku dari kehampaan hingga menepi pada kenyataan. Ku temukan sebuah dunia yang membuatku tersadar disinilah aku kan melabuhkan hati dan cintaku. Ku temukan orang-orang yang mencintai profesi mereka, ku temukan orang yang mencintai keterbatasan dan membangunnya menjadi kehidupan tanpa batas. Bersama mereka aku belajar melupakan rasa takut dan luka yang ku terima. belajar meyakini dengan sungguh-sungguh bahwa Tuhan ada dalam hati ini dan akan terus menopang jiwa ragaku dari rasa kesulitan yang hadir.

Ku tertunduk sembari mengusap lelehan air mata yang mengalir di tirus pipiku. Ku menahan gejolak dalam hatiku setelah menatap kenyataan yang ada di hadapanku. "Inikah rumahmu Dik?" begitulah pertanyaan yang tersirat dalam pikiranku namun tak berani aku menanyakannya.
Rumah- rumah kardus dan papan yang tak berpintu berderet di pinggiran rel kereta di kawasan Ibu kota yang sering di akui orang-orang bahwa ibukota adalah kawasan yang Glamor dan sumber kehidupan menjanjikan. Tak banyak yang perduli bahwa di anatara barisan gedung-gedung pencakar langit dan pusat perbelanjaan bertarap nasional dan internasional ada beberapa kelompok orang yang tak bisa menikmati kemegahannya bahkan tak sanggup memijakkan kakinya dengan leluasa. Bahkan untuk sebuah seragam sekolah, buku,  tas, sepatu bahkan untuk sebatang pensilpun mereka harus senantiasa berjuang di jalanan dan mencari peluang lain dengan memilah-milah sampah. Aku terpaku dalam kondisi yang membuatku bertanya "Masihkah aku harus meratapi kesedihan dan kekuranganku selama ini, jika di luar sana anak berusia 6-12 tahun pun mereka sudah berjuang mempertahankan impiannya untuk meraih apa yang selama ini bisa ku nikmati?'. Sebuah tanda tanya besar kini membuatku bangkit dan ingin melangkah bersama impian mereka.


                                                              *****
Inilah titik awalku untuk merubah paradigma hidupku untuk lebih terbiasa dengan yang Tuhan gariskan, ku ikhlaskan cintaku bersama orang lain meyakinkan diri bahwa suatu saat aku pun bisa menemukan titik cinta suci bukan karena nafsu birahi. Kini ku membangun cinta yang baru dengan anak-anak yang punya impian dan cinta tanpa batas padaku serta pada sahabat-sahabat yang menjalankan program bersamaku. Ku ingin hidup lebih banyak bersyukur dan selalu ingin berbagi kebahagiaan walau hanya sebatas tawa karena ku sadar dengan materi aku pun belum tentu mampu berbuat lebih, bahkan sahabatku pun mungkin mengerti kondisiku yang masih duduk di bangku kuliah tingkat akhir yang masih dilema dan belum berpenghasilan layaknya mereka. namun aku belajar banyak dari mereka. Bahwa kepuasan hidup bukan pada melimpahnya materi atau mendapat posisi yang Hebat di kantor-kantor ternama. Namun berdedikasi untuk yang hal yang kita cintai itulah kepuasan hidup yang sejati.
                 ******

Sabtu malam ku hadiri pertemuan bersama kawan-kawanku, yang merencanakan untuk membangun impian adik-adik kecilku. kami duduk di kursi dari kayu yang sudah usang di depan rumah mereka. Jika ku resapi, dan ku renungkan dalam-dalam tempat tinggal mereka bukanlah tempat yang layak bagi keluarga yang mengajarkan kami arti kehidupan dan perjuangan. Rumah yang hanya berdindingkan triplek atau kardus dan beratapkan seng membuatku mendesah pilu dan memanjatka doa pada Nya tuk bantu mereka merupah kehidupannya agar lebih layak. Di sana terasa hangat kekeluargaan antara kami dan mereka tak ada batas antara orang kaya dan tak punya. Kami duduk bersama penuh tenggang rasa  dan satu tujuan yang sama. Meraih cita-cita dan membahagiakan orang tua.


Waktu kian melarut, cahaya lemabayung telah menghilang di telan pekat malam. Udara mulai mendingin walu sesekali panas udara ibukota masih tersisa. Kami putuskan untuk pulang dan kembali akhir pekan untuk mengajar mereka. Tempat mereka tidak jauh dengan stasion kereta api, hingga kami putuskan untuk menggunakan kereta. Kereta itu siap untuk membawa kami pulang ke Jakarta Selatan. Kereta itu lenglang deretan kursinya pun berderet berwarna biru. Kereta itu melaju membawaku, kak Jo, kak El dan mell. Kereta ini menjadi saksi kepulangan kami dari areal tempat kami mengajar anak jalanan. Masih terbayang wajah adik-adik kecil yang mengecup tangan kami sebelum kami pulang dan memberikan semangat dan ucapan selamat jalan serta doa keselamatan. Dengan kereta ini kami menyusuri ibu kota  dan terus membawa kita berputa-putar hingga berhenti di setiap stasion yang berderet searah. Kereta sempat berhenti di arah Manggaray dan kita harus transit ke arah Bogor, kami pun melompat dari gerbong dan segera  berlari melintasi rel menuju kereta yang siap berangkat yang tepat berada di sebrang gerbong kita. Aku berlari dengan kencang dan masuk ke gerbong yang menjadi sasaranku. Namun aku terkejut ketika menyadari hanya aku yang berhasil masik ke gerbong sedangkan ketiga kawanku masih berada di belakang dan terlambat masuk gerbong. Pintu kereta tertutup dan kereta melaju dengan kencang dan di iringi suara yang menjadi ciri khas sebuah kereta api. Aku terpisah dari kawan-kaawanku dan ku menatap mereka dari kaca gerbong kereta yang semakin lama- semakin membawaku pergi jauh.



Jakarta, 4 Mei 2013
Ku dedikasikan cerita ini untuk KK pendamping sahabat anak 2012 areal senen dan KADO 2013, serta untuk adik-adikku yang selalu berjuang meraih impian.