Hari ini aku pulang dari sebuah pondokan pesantren bu, aku mengucurkan semua air mataku.
Tangan dan kakiku bergetar menyalami setiap sesepuh pesantren yang mengucapkan selamat remadhan dan menyambut lebaran.
Airmata tak sanggup aku tahan bu, melihat kawan-kawanku di jemput oleh senyuma ibunya di gerbang pondok.
Ada getar rindu yang tiba-tiba mengusik hati dan pikiranku.
Aku merindukanmu ibu, rindu saat berjala berdua denganmu dan kau genggam tanganku dan mengusap kepalaku.
Aku rindu ibu yang setiap subuh dan sore menyediakan menu sahur dan berbuka saum untuk ku dan bapak.
Bolehkah
aku bercerita bu, dikala senja aku selalu menatap langit sendirian di
ujung mesjid pak ustadz berharap diantara lembayung sore itu ada wajahmu
tersimpul ceria untukku.
Bolehkah aku jujur bu,
kadang betapa malu jika ingat aku sering merengek minta ini itu dikala
lebaran segera mendekat padaku, aku sering mengeluh bu "mana baju
baruku, mana sendal baruku, kerudung ini aku tidak suka, aku mau baju
begini aku mau sendal seperti kawanku, aku ingin mukena baru, mau
makanan ini minuman yang itu"
Kini desah nafasku semakin menghimpit dadaku. sakit tak ada obatnya, ada
ribuan ibu di muka bumi ini. tapi mereka tak menggantikan kepergianmu
dari pelupuk mataku.
Ada kasih sayang yang melimpah dari para ibu di sekitarku, namun ada hal yang maya yang masih membekas lara karena kehilangan pelukanmu.
Ramadhanku berjembatankan rindu yang bersimpul doa padamu ibu.
Ramadhanku mengukir harap engkau bahagia meski sebagai anak aku penuh cacat dan khilaf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar